Sabtu, 26 Januari 2013


TUMBUH KEMBANG SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA 2 TAHUN (Part 2)

Ini bagian kedua dari tulisan yang sebelumnya. Kali ini hal yang dibahas adalah bagaimana perkembangan sosial emosional anak usia 2 tahun itu sendiri, bagaimana karakteristik masing-masing perkembangan? Langsung saja kita ke TKP..... (kebanyakan nonton OVJ....hihihihihihi)

C.    PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA 2-3 TAHUN
Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial.  Proses perkembangannya berlangsung secara bertahap sebagai berikut:
1.     Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun) subjektif
2.     Masa krisis (3-4 tahun) tort alter
3.     Masa kanak-kanak akhir (4-6 tahun) subjektif menuju objektif
4.     Masa anak sekolah (6-12 tahun) objektif
5.     Masa kritis II (12-13 tahun) pre-puber (anak tanggung)
Pada proses integrasi  dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses ini merupakan proses sosialisasi, yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.  Perkenalan dan pergaulan dengan manusia lain segera menjadi luas: ia mengenalkan ke dua orang tuanya, anggota keluarganya, teman bermain sebaya, dan teman-teman sekolahnya. Pada umur selanjutnya, mereka mulai belajar mengembangkan interaksi sosial dengan belajar menerima pandangan kelompok.
Menurut Elizabeth H. Hurlock dalam buku Perkembangan Anak (1978: 214)  perkembangan emosi dikendalikan oleh proses pematangan dan proses belajar. Lima bentuk belajar yang paling penting adalah coba-ralat (Trial error) , dengan menirukan (imitation), dengan persamaan (identification), dengan pengkondisian (conditioning), dan dengan pelatihan (training). Perkembangan emosi sendiri dalam ilmu kependidikan merupakan suatu perubahan kualitas pada perasaan hati seorang individu.  Sekalipun  pola perkembangan serupa pada semua anak, namun ada variasi dalam pola ini. Akibatnya, rangsangan yang berbeda, mampu membangkitkan emosi yang sama dan masing-masing anak akan bereaksi secara berlainan terhadap setiap emosi. Untuk lebih jelas, berikut akan dibahas tentang masing-masing perkembangan emosi dan sosial yang dialami oleh anak usia 2-3 tahun.

1.     PERKEMBANGAN  SOSIAL
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain, baik dengan teman sebaya, orang tua maupun saudara-saudaranya. Sejak kecil anak telah belajar cara berperilaku sosial sesuai dengan harapan orang-orang yang paling dekat dengannya, yaitu dengan ibu, ayah, saudara, dan anggota keluarga yang lain. Apa yang telah dipelajari anak dari lingkungan keluarga turut mempengaruhi pembentukan perilaku sosialnya.
Antara usia 2-3 tahun, anak menunjukkan minat nyata untuk melihat anak-anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan mereka. Ini dikenal dengan “bermain  sejajar” , yaitu bermain sendiri-sendiri, tidak bermain dengan anak-anak yang lain. Kalaupun terjadi kontak maka kontak ini cenderung bersifat perkelahian, bukan kerjasama. Bermain sejajar merupakan bentuk kegiatan sosial yang pertama-tama dilakukan dengan teman sebaya.
Perkembangan berikutnya adalah bermain asosiatif, di mana anak terlibat dalam kegiatan yang menyerupai kegiatan anak-anak lain. Dengan miningkatnya kontak sosial, anak terlibat dalam bermain kooperatif, dimana ia menjadi anggota kelompok dan saling berinteraksi. Sekalipun anak sudah mulai bermain dengan anak lain, ia masih sering berperan sebagai penonton, mengamati anak lain bermain, tetapi tidak berusaha untuk  benar-benar bermain dengan temannya. Dari pengalaman mengamati ini, anak usia 2-3 tahun belajar bagaimana anak lain mengadakan kontak sosial dan bagaimana perilakunya dalam berbagai situasi sosial.  (Hurlock. 1980:117)
Ada empat faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi, yaitu :
·         Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dari berbagai usia dan latar belakang.
·         Adanya minat dan motivasi untuk bergaul
·         Adanya bimbingan dan pengajaran dari biasanya menjadi “model” bagi anak.. 
·         Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak

Menurut Erick H Erickson   dalam  buku karangan Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan  (2011: 92-94) perkembangan psikososial terbagi dalam beberapa tahap. Dimana untuk anak usia 2-3 tahun  termasuk dalam tahap kedua yakni Otonomi (outonomy)  vs rasa Malu dan Ragu  (shame and doubt). Tahap ini muncul pada akhir masa bayi dan usia toddler.
Di masa ini, anak berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu keterampilan yang muncul di periode adalah kemampuan berkata TIDAK. Sekalipun tidak menyenangkan orang tua, hal ini berguna untuk pengembangan semangat dan kemauan.Setelah mendapatkan kepercayaan dalam diri pengasuh mereka, bayi mulai mengetahui bahwa perilaku mereka adalah wajar. Mereka menyatakan kebebasan mereka dan menghindari kehendak mereka. Apabila bayi dikendalikan atau dihukum terlalu keras, mereka akan mengembangkan perasaan malu dan ragu.
Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri  sendiri sesuai dengan yang dijelaskan oleh Sigmud Freud. Peran lingkungan disini ialah memberikan support/dorongan dan memberi keyakinan yang jelas.  

Karakteristik perkembangan sosial anak usia 2-3 tahun
·         Mulai senang bergaul dengan teman
Anak ingin disukai oleh teman-temannya. Ia ingin bisa bermain dengan sebanyak mungkin teman. Anak mulai memahami bahwa fungsi pertemanan termasuk didalamnya aturan untuk berbagi, memberi dukungan, bergantian, dan berbagai keterampilan sosial lainnya
·         Meniru kegiatan orang lain
anak berada dalam tahap identifikasi, menirukan gerakan./mimik yang dilakukan oleh orang lain
·         Menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudaranya
ini ditunjukkka dengan cara mengucapkannya, memeluk dan mencium adik atau kakaknya.
·         Senang menirukan lagu dan dongeng-dongeng
anak senang berdendang lagu yang ia senangi dan senang mengulang-ulang cerita yang diperdengarkan.
·         Mulai mandiri dalam mengerjakan tugas
Anak meningkatkan usaha agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan kegiatannya sehari-hari. Seperti mulai mampu untuk buang air kecil sendiri baik.
·         Mulai mengerti bagaimana perilaku berhubungan konsekuensi
Sebagai contoh, ketika anak tidak diajak bermain oleh teman sebayanya lalu anak tersebut merespon dengan cara menangis dan marah. Pada saat bersamaan anak belajar menemukan perilaku yang mana yang diterima oleh teman sebayanya dan perilaku  mana yang tidak diterima oleh teman sebayanya serta anak belajar menemukan dan menunjukkan berbagai bentuk emosi dirinya dan temannya.
·         Berbagi benda-benda dengan anak lain ketika di minta
Menurut Dr. Caron Goode pendiri Academy for Coaching Parents Internasional dan pemilik situs www.InspiredParenting.com dari sisi perkembangan anak usia 2-3 tahun memang belum mampu membedakan konsep “berbagi suatu benda”, sehingga permintaan berbagi sering mereka terjemahkan sebagai “penyerangan” terhadap dirinya. Mereka bisa berbuat apapun untuk mempertahankan miliknya, seperti menyembunyikan mainan, berteriak, bahkan menyerang, dan itu normal.
Namun demikian, dr Paul Donahue, psikolog klinis dan penulis buku Parenting Wihtout Fear” punya keyakinan bahwa perilaku dermawan dan hati besar untuk berbagi bisa dibentuk sejak dini. Caranya adalah dengan meniru dan belajar dari orang-orang disekelilingnya terutama orangtuanya. Bila kita ingin memiliki dan membesarkan anak yang dermawan, kita perlu membangun budaya dan kebiasaan “memberi” bukan “menerima”.
·         Membuat salah satu pilihan yang di tawarkan
Pada anak yang berusia 2-3 tahun, mereka sudah mampu memilih salah satu pilihan yang kita tawarkan kepada mereka. Misalnya, mereka lebih memilih sarapan dengan nasi goring diantara pilihan sarana bubur ayam dan nasi goreng. Pilihan ini tentu harus kita dukung dengan melaksanakan pilihan yang sudah dietapkan oleh si anak. Dengan begitu, sebagai orangtua, kita sudah mendengarkan dan menghargai pendapat mereka.
·         Berpartisipasi dalam kegiatan tertentu pada sebagian besar waktunya

2.     PERKEMBANGAN EMOSIONAL
Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak pada diri seseorang yang disadari dan diungkapkan melalui wajah atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan.
Menurut English and English, emosi adalah “A complex feeling state accompanied by chartacteristic motor and glandular activities” (Suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris). Salito Wiryawan Sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan “Setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna efektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang lebih luas (dalam). (menurut Psikologi Perkembangan Anak dan remaja, Dr. H. Syamsu Yusuf LN, MPd. 2007:114-115).
Kemampuan bereaksi secara emosional sebenarnya sudah ada pada bayi yang baru lahir meskipun belum menunjukkan emosional yang spesifik. Seperti misalnya pada saat bayi menunjukkan kesenangan dan ketidaksenangan terhadap sesuatu dengan cara menangis, dimana bayi akan menangis bila merasa tidak nyaman, atau terlalu banyak stimulus yang diterima pada saat ini.  . Seiring dengan perkembangan usia, emosi yang ditunjukkan anak pun semakin komplek dan bervariasi. Variasi itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf  perkembangan intelektualnya. Sebagian lagi disebabkan oleh keadaan lingkungan. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang sehat.
Ditinjau sebagai suatu kelompok, anak laki-laki lebih sering dan lebih kuat dalam mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin merekaseperti marah, dibandingkan dengan emosi yang dianggap lebih sesuai dengan perempuan seperti takut, cemas dan kasih saying.
Menurut Elizabeth  B.Hurlock  dalam buku  Psikologi Perkembangan , Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan  (1980:116) berikut adalah emosi yang umum dialami oleh anak khususnya usia 2-3 tahun:
a.     Amarah
Pada usia 2-3 tahun, anak masih belum dapat mengendalikan amarah dengan baik. Mereka cenderung meledak-ledak, kadangkala tanpa disertai dengan alas an yang kuat. Sebagai contoh, anak usia 2-3 tahun dapat saja marah dikarenakan tidak diperbolehkan memainkan sesuatu permainan/benda yang dia inginkan atau tidak tercapai keinginan akan sesuatu. Ungkapan  rasa marah ini ditandai dengan menangis, berteriak, menggertak, menendang, melompat-lompat atau memukul. Pada tahap tertentu, bila amarah yang ditunjukkan anak ini sangat tinggi dan cenderung membahayakan, maka disebut hal ini sebagai tantrum. Yang mana hal ini akan dibahas kemudian dalam gangguan emosional pada anak.
b.    Takut
Pembiasaan, peniruan dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan rasa takut, seperti cerita, gambar, acara televisi dan film dengan unsur yang menakutkan. Reaksi yang diberikan anak terhadap rasa takut ini biasanya adalah panik, kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar, bersembunyi, menangis dan menghindari situasi yang menakutkan.
      Pada usia 2-3 tahun, ketakutan anak biasanya adalah ketakutan akan gelap, ditinggalkan oleh orang terdekatnya misalnya ditinggal bekerja oleh ibu, berada seorang diri, berada di tempat yang belum dikenalnya atau berada didekat orang/objek yang belum dikenal. Ketakutan  lain juga bisa ditimbulkan karena si anak berada pada tempat yang tinggi.
 Anak usia ini berada pada puncak rasa takut yang khas dari pola perkembangan yang normal. Hal ini dikarenakan anak lebih mampu mengenal bahaya dibandingkan pada saat mereka masih bayi. Rasa takut kepada orang yang belum dikenal sebagian karena terbiasa melihat wajah yang sudah dikenal dank arena tidak mampu menyesuaikan diri dengan cepat pada pemunculan orang yang tidak dikenal secara sekonyong-konyong.
Bila ditinjau dari dasar lingkungan, ternyata perasaan takut dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perasaan takut mudah menyebar kepada anak-anak yang lain.
c.     Cemburu
Rasa cemburu merupakan reaksi normal terhadap kehilangan kasih saying yang nyata, dibayangkan atau ancaman khilangan kasih saying. Pola rasa cemburu bisanya berasala dari rasa takut yang dikombinasikan dengan rasa marah.  Anak cemburu bila ia mengira bahwa minat dan perhatian orangtua beralih kepada orang lain dalam keluarga, baik adik maupun kakak. Biasanya adik yang baru lahir. Pada anak yang berusia 2-3 tahun, cemburu pada adik yang baru lahir ditunjukkan dengan cara menjadi nakal, berpura-pura sakit atau tidak mau terpisah dari ibunya. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian orangtuanya. Pada kasus-kasus tertentu, si anak usia 2-3 tahun tersebut dapat saja melakukan sesuatu pada orang yang dicemburuinya, seperti mencubit adiknya.
Sikap pilih kasih orangtua juga menimbulkan reaksi cemburu. Tanpa disadari orangtua menunjukkan perhatian yang tidak sewajarnya pada anak yang secara kebetulan paling menarik, penuh kasih saying dan berbakat. Yang paling sering adalah pilih kasih orangtua karena jenis kelamin anak.
d.    Ingin tahu
Anak mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya, mengenai tubuhnya dan tubuh orang lain. Reaksi pertama adalah dalam bentuk penjelajahan sensomotorik yang kemudian diapresiakan dengan cara bertanya.
Biasanya usia 2-3 tahun ini, anak cenderung banyak bertanya mengenai hal-hal yang baru atau hal yang ia anggap menarik. Ditandai dengan pertanyaan “Apa….., Mengapa……
e.     Iri hati
Anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki oleh orang lain. Iri hati biasanya diungkapkan dengan mengeluh tentang barang yang dimilikinya atau keinginan untuk memiliki barang seperti yang dimiliki oleh orang lain. adalah
Mengapa anak iri hati dengan adik bayi ? ada ahli yang mengatakan sebabnya karena anak itu sangat kasih terhadap ibunya. Kita semua tahu, bahwa anak sangat membutuhkan keamanan dan kenyamanan, pada ibu haltersebut diperolehnya. Jika ia mempunyai adik lagi, maka ia cemas kalau-kalau keamanan dan kenyamanan akan berkurang atau hilang sama sekali.
f.     Gembira
Anak-anak merasa gembira karena sehat, situasi yang tidak layak, bunyi yang tiba-tiba/tidak diharapkan atau berhasil melakukan tugas yang dianggap sulit. Ekspresi dari kegembiraan ini ditandai dengan tersenyum dan tertawa, melompat, berteriak, bertepuk tangan atau memeluk orang yang membuatnya bahagia.
Biasanya anak usia 2-3 tahun gembira bila mendapat hadiah, mampu melakukan hal yang sulit dilakukan, bertemu dengan orang yang disukai dan lain sebagainya.
g.    Sedih
Anak merasa sedih karena segala sesuatu yang dicintainya atau dianggap penting bagi dirinya, apakah itu orang, binatang atau benda mati seperti maianan. Secara khas anak Usia 2-3 tahun biasanya menunjukan  kesedihannya cara menangis, dan kehilangan minatnya terhadap kegiatan normalnya termasuk makan.
h.     Kasih sayang
Kasih sayang anak-anak terhadap orang lain diperngaruhi oleh jenis hubungan yang ada diantara mereka, sehingga dapat dimengerti kasih sayang anak pada masing-masing anggota keluarga berbeda. Umumnya , anak lebih banyak menaruh kasih sayang pada ibunya dibandingkan dengan ayahnya karena ibu lebh banyak berinteraksi dengan anak ketimbang ayah.
Anak usia 2-3 tahun belajar mencintai orang, binatang atau benda yang menyenangkan dengan cara memeluk,menepuk dan  mencium objek yang disayanginya. Secara verbal, anak usia sudah mampu mengatakan kata-kata “sayang mama/sayang papa” secara jelas. Biasanya eksprsi yang lebih sering ditunjukkan anak adalah dengan cara memeluk

Karakteristik Perkembangan Emosi Anak Umur 2-3 Tahun
·         Secara suka rela mau untuk tidur siang atau istirahat
Anak sudah mau tidur siang tanpa ada paksaan dari orangtua/pengasuhnya. Anak sudah mampu mengenali ritme kegiatan sehari-hari, sehingga pada jam yang semestinya anak tidur siang, anak langsung melakukannya dengan sukarela
·         Mulai menunjukkan kemampuan untuk mengendalikan diri
Anak sudah mulai mampu menahan tangis dan tawa
·         Mulai menggunakan kata-kata atau gerakan yang kompleks untuk mengungkapkan perasaan atau keinginan
Bila pada anak usia 1 tahun kemampuan berbahasanya masih terbatas, maka pada usia 2-3 tahun, kosakata yang dimiliki anak lebih banyak dan bervariasi, sehingga anak lebih mampu mengungkapkan emosi/keinginannya dengan lebih komplek. Dari segi perkembangan bahasa, anak sudah mampu mengucapkan satu/dua kalimat utuh.
·         Mengungkapkan emosi melalui bermain pura-pura
Di usia ini, kemampuan anak berimajinasi mulai berkembang. Itu sebabnya mereka sangat suka bermain pura-pura. Bermain pura-pura biasanya akan melibatkan koleksi boneka.  Melalui boneka, anak akan menjadikannya sebagai alat pelampiasan kasih saying, kekesalan hatinya atau kesedihan hatinya.
      Bila anak laki-laki bermain boneka juga, orangtua tidak perlu buru-buru khawatir, karena secara alami anak-anak akan tertarik pada boneka bayi atau boneka manusia. Mereka senang melihat boneka bayi laki-laki dan boneka bayi perempuan dan ingin memilikinya. Baik anak perempuan dan anak laki-laki akan memperoleh manfaat dari bermain boneka. Fase ini sangat bermanfaat bagi anak, sebab dengan bermain boneka, anak akan berlatig untuk mengembangkan sikap empati dan simpati kepada orang lain. Selain itu mereka juga akan diperkenalkan dengan aspek khidupan sehari-hari.
·         Berintraksi dengan orang dewasa  secara hangat dan positif tetapi tidak terlalu tergantung
      Di usia ini anak mungkin merasa cemas ketika berpisah dengan ibu dan bapaknya untuk beberapa saat. Kecemasan ini akibat kedekatan dengan ibu dan bapaknya. Namun selama ada ada kepastian bahwa ayah dan ibunya akan kembali secepatnya, anak biasanya akan lebih tenang.

Sumber: 
  1.      Santrock, John A. Life-Spain Development. Edisi kelima.Jakarta: Erlangga. 2002
2.     Jahja, Yudrik. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.2011
3.     Hurlock, Elizabeth A. Developmental Psikology, A Life-Span Approach,Fifth Edition. Jakarta. Erlangga. 1980.
4.     Hurlock. A. Elizabeth. Perkembangan Anak. Edisi keenam. Jakarta. Erlangga.1978
5.     Yusuf,. Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta. 2007

0 komentar: